Ingin sekali rasanya berbagi cerita dengan sahabat blogger sekalian, sekedar untuk membangkitkan kembali motivasi yang tercecer, semangat hidup yang berserakan dan cita-cita yang mulai retak. Cerita yang memilukan ini amat sangat berharga bagiku, bagi adikku dan orang tuaku (ummi) dan mudah-mudahan juga berharga bagi sahabat blogger yang membacanya saat ini.
Bukan bermaksud untuk membeberkan A’ib yang ada dalam keluargaku, tapi ini adalah kenyataan yang terjadi, terlahir ditengah-tengah masyarakat yang kurang responsif terhadap pentingnya ilmu pengetahuan bahkan saudara-saudara ummi dan saudara-saudara sepupuku sendiri....... mengutuk keinginan untuk menyekolahkan adikku dipondok pesantren al-Amien Prenduan Sumenep.
Yaaahh... mungkin mereka juga ada benarnya karena keluargaku memang sangat tidak pantas untuk menuntut ilmu setinggi langit, “paling juga nanti ujung-ujungnya jadi petani tembakau” celoteh mereka. Aaaah, aku jadi ingat judul antologi puisi salah seorang sastrawan sekaligus budayawan “Orang miskin dilarang Sekolah”. Asiif-asiif nian nasib keluargaku.
Walaupun demikian yang terjadi dengan berbekal semangat, banting tulang dan disertai dengan do’a kepada Sang Pemberi Penghidupan ini. Alhamdulilah .... dua tahun sudah Adikku belajar dipondok al-Amien Prenduan Sumenep dan empat tahun kurang sedikit saya kuliah di Hidayatullah Surabaya. Segala puji bagi Allah yang Maha Kaya.
Sekitar lima hari yang lalu, hatiku bagaikan terisis pisau tumpul, ada rasa iba, ada ada rasa senang, dan ada rasa bangga......... Merasa iba karena saudara-saudara yang kami miliki tidak peduli, acuh tak acuh, walaupun hanya sekedar untuk meminjamkan uang beberapa waktu lamanya. Merasa iba karena rasanya memang tidak pantas ummi mengantarkan saya dan kedua adik saya ke pulau harapan dan cita-cita. Merasa senang karena saya punya ummi yang tegar dalam menjalani semua ini dan yang terakhir saya merasa bangga karena punya adik yang berhati malaikat (tidak patah semangat, kata-katanya menyejukkan dan murah senyum).
Diceritakan, adek saya murung, tidak banyak bicara dengan temen-temanya dalam beberapa hari.... Mau tahu penyebabnya? Karena sudah lumayan lama ibuku tidak ke pondok dan ada tunggakan iuran kamar selama empat bulan. Itulah sebabnya kenapa adik saya murung,,,,,,saya memaklumi dan itu manusiawi sebagai seorang siswi dan santriwati yang serba terbatas sepertinya.
Ada banyak keheranan dari ustadzah-ustadzah, sahabat dan teman-temannya yang tidak biasanya adikku murung....... ketika ditanya mengapa dan apa yang terjadi, jawabnya hanya satu “geleng kepala”. Jawaban yang paling membingungkan bagi saya pribadi........
Adikku semakin paham bahwa ummi memang sudah tidak kuat lagi untuk membiayai pendidikannya selama dipesantren, makanya pada suatu kesempatan adikku sempat bilang kesahabat-sahabatnya bahwa bisa jadi selepas liburan Rhamadhan bisa jadi tidak kembali lagi ke pesantren. Ternyata kata-kata itu cukup untuk menusuk sahabatnya dan semakin tahu kalau adikku murung dari kemaren karena tidak bisa bayar iuran (kendala finansial).
Tiga puluh menit sebelum adzan maghrib berkumandang, agenda di pesantren al-Amien adalah bersih-bersih, tak ketinggalan adikku tercinta sibuk antri di kamar mandi. Sepuluh menit kita-kita adikku sudah keluar dari kamar mandi dan menuju kamarnya...... Setelah menyinpan sabun dan meletakkan handuk adikku buka lemari, Haaaaah........ adekku kaget karena dilemarinya ada uang tergelatak satu lembar 50 ribu_an, perasaan selama ini dia tidak pegang duit kecuali beberapa lembar seribuan itupun disimpan di dompet. Kemudian adikku tanya ke beberapa sahabatnya tentang uang tersebut, ternyata salah-satu dari sahabatnya mengaku kalau dia yang meletakkannya dia bilang “ambil ja untuk kamu dan jangan bilang ke teman-teman yang lain, demi Allah saya ikhlas”. Sahabatnya yang lain juga memberi beberapa lembar puluhan ribu hingga akhirnya pembayaran iuran kamar dan lain-lainnya lunas karena kebaikan sahabatnya. Subhanallaaaaah......
Duhai.... Allah, semakin saya yakin pada janjimu bagi orang-orang menuntut ilmu akan ada kemudahan-kemudahan, walaupun harus didahului dengan penderitaan dan kesabaran. Dan juga semakin saya yakin pada Sabda Muhammad saw bahwa: “Barang siapa yang menuntut ilmu maka akan dimudahkan jalannya menuju surga” Duhai Allah, terimakasih banyak engkau telah kumpulkan adikku tercinta dengan orang-orang baik hati.
Alhadulillah... kebaikan teman-temannya sedikit mengobati kegelisahan hati adikku, dan saat-saat airmata tertumpah tak tertahan lagi ketika ummi datang dengan senyum yang lebar bersama adikku yang masih suka ngunyah permen...... Adikku jangan pantang mundur kejar cita-citamu sampai titik darah penghabisan. Do’aku akan selalu menyertaimu.